Cipto Junaedy

Jumat, 01 Juli 2011

bagaimana cara penulis terjaga (melek/ begadang) di malam hari?

Banyak penulis punya gaya masing-masing.
Sebagian mengaku, malam adalah saat paling tepat berinspirasi dan menuangkan tulisan. Saya juga begitu, siang menulis untuk hal-hal lepas seperti :note facebook, blog, mengerjakan tugas dll, bikin makalah atau power point.

Malam?

Aha…ini saat luarbiasa untuk menulis, sekalipun tidak bisa setiap malam kita begadang menulis.

1. Siapkan stamina. Anehnya, seringkali stamina saya baik kalau puasa Senin Kamis or ayamul bidh. Kalau fisik sehat silakan begadang, kalau nggak…tinggalkan semua perkara. Istirahat yang cukup! Penulis juga harus sehat.

2. Konsumsi multivitamin. Habbassauda, madu, calcidol, sangobion, hemaviton adalah multivitamin yang biasa tersedia. Jangan diminum semua! Anehnya…saya cocok banget sama calcidol, padahal itu multivitaminnya anak-anak. Habbassauda juga oke, terutama kalau sudah mau ambruk. Untuk perempuan, sangobion menambah darah sehingga kalau saya pusiiiing berat, entah apa (mungkin anemia…) sangobion lumayan membantu.

3. Kopi, susu or teh…..air putih jangan lupa! Sebetulnya, bukan karena penulis saya suka kopi. Mama saya suka banget susu kopi, mencampurkan kopi untuk mengurangi rasa tak suka pada aroma susu. Jadinya saya kebawa deeeh.

4. Nasyid yang penuh semangat! Saya bisa melek meski ngantuk beraaaat kalau dengan Izzatul Islam, Shoutul Harakah. Malam hari, pasang headset….rasanya adrenalin mengalir cepat bersama lirik Palestina mereka! Jangan dengan musik mendayu-dayu…..Bagaimana murottal? Suami saya paling tidak suka, melarang saya dan anak-anak untuk mendengarkan al Quran sembari tak konsen. Ia melarang saya mendengarkan Quran sambil ngobrol atau menulis. Al Quran harus didengarkan seksama, katanya. Tapi…entah. Saya kalau murojaan hafalan sambil masak di dapur…hehe

5. Usahakan sholat malam dulu, meski 2 rakaat, baca Quran meski 1-2 ayat. Kalau lagi imannya naik, saya bisa 11 rakaat dengan bacaan panjang lalu baru menulis. And jangan lupa berdoa, mohon diberiNya kekuatan untuk berjuang dengan kata dan pena !

6.Sediakan selingan di samping meja : buku, tafsir, hadits, jurnal or apapun. Saat lelah menulis Takudar saya biasanya membalik-balik buku lain. Bisa yang sejenis seperti novel sejarah Taj Mahl, Samarkand, atau yang jauh dari Takudar seperti buku Psikologi. Kadang malah saya baca Bobonya anak-anak...xixi

7.Tak bisa instan, harus latihan. Kalau baru bisa konsentrasi 3-5 kalimat lalu mengantuk, besok ditambahin.

8. Habis Isya segera tidur, nggak usah nonton Go-go Girls atau Cinta Cenat Cenut...haha. Pas bangun jam 23.00 insyaAllah sudah segaar...(malam, karena cuma melek sendiri saya biasa setel televisi sekedar buat ada suara-suara. Maklum, perempuan biasanya penakut)

Semoga info ini bermanfaat untuk mereka yang ingin menulis di malam hari.

PROMO Muslim Demolisher


Muslim Demolisher”. Buku penyengat pemikiran dan sekaligus menawan hati. Seorang muslim yang memiliki jiwa demolisher, yakni jiwa sang pendobrak. Entah dobrakan apa yang dia buat sehingga seorang muslim ini mendapat gelar “Demolisher”. Buku kedua dari Adi Wijaya, Muslim Demolisher. Maha karya dari Sang Pendobrak Peradaban dari Timur begitu aku menjulukinya. Entah apa yang hendak dia ingin sampaikan di buku keduanya kali ini. Mereduksikan setiap derita yang ada, dengan sebuah pengorbanan yang begitu mendalam. Hanya dengan satu kata yakni sebuah dobrakan yang melahirkan perubahan. Dengan adanya buku ini akan lahir Muslim pendobrak lainnya yang bersama mengukir peradaban. Muslim yang tidak hanya berstatus “MUSLIM” tapi Muslim yang mampu memberikan kontribusi untuk ummat, dan mau untuk berjuang dengan segala resiko yang dia hadapi. Hingga datang sebuah julukan, Dunia yang teralihkan oleh sebuah perjuangan yang berapi-api, menyulut dan membakar. Rasakan dobrakannya dengan memiliki dan membaca buku ini. Dijamin pintu dakwah pun akan ter-dobrak oleh yang satu ini.

PROFIL SENADA (Sekolah Pena Dakwah)


Latar Belakang

Ikatlah ilmu dengan menuliskannya, begitu nasehat saydina Ali bin Abi Thalib. Juga serangkai kata dari Syaikh Abdulullah Azzam bahwa peradaban Islam tegak dengan dua warna. Merah dan hitam. Merah darah parah syuhada dan hitam tinta para ulama. Juga riwayat hidup Ibnu Taiymiah, yang walaupun di penjara tetap menuliskan buah pikirnya. Meskipun itu harus menggunakan arang sebagai pena dan dinding penjara sebagai kertasnya. Tak ketinggalan syaikh Taqiyuddin an-nabhani. Mujtahid mutlaq akhir jaman, yang mengabadikan pikirannya dalam beberapa kitab fenomenalnya.

Dari sejarah para ulama ini, terlihat begitu pentingnya pengabadian perasaan hati dan pemikiran. Dan jalan untuk itu adalah dengan menulis. Maka aktifitas menulis haruslah menjadi budaya dikalangan intelektual muslim. Dibarengi dengan ikhtiar untuk terus meningkatkan kualitas tulisannya.

Harapan untuk menjadi penulis yang baik dan produktif tentu tidak mudah. Diperlukan komitmen yang besar dan keistiqamahan untuk terus berkarya. Selain itu diperlukan pula komunitas kepenulisan sebagai “kawah candradimuka” yang nantinya akan menjadi tempat penempaan dan kaderisasi para penulis.

Sudah banyak komunitas kepenulisan yang muncul saat ini. Namun beberapa diantaranya sudah mengalami disorientasi dari rencana awal pembentukannya. Ada yang dibentuk dengan tujuan luhur, dakwah bil qalam. Berdakwah lewat pena. Tapi dalam perkembangannya justru semakin jauh dari niat awal pembentukannya. Berdakwah melalui pena sudah tidak dijadikan sebagai prioritas utama. Justru lambat laun bermetamorfosis menjadi komunitas yang plural. Dan dakwah Islam pun tak lagi terpancar bersinar.

Melihat fakta ini muncul sebuah keinginan besar untuk mewujudkan komunitas penulis yang memiliki kekhasan tersendiri. Menjadikan Islam sebagai sumber inspirasi yang tak kenal gersang, dakwah sebagai poros karyanya dan ridha Allah tujuan tertinggi. Maka terlecutlah semangat untuk membuat komunitas kepenulisan yang digelari dengan nama “Sekolah Pena Dakwah” yang selanjutnya rangkai dalam singkatan SENADA.

Terpilih kata “sekolah” untuk menggambarkan bahwa komunitas ini adalah tempat pendidikan dan pengkaderan. Di sinilah wahana berbagi inspirasi dan pengalaman. Adalah “pena” kata untuk mencitrakan bahwa kominitas ini adalah gabungan para penulis yang terus bersekolah, belajar mengasa kemampuan dan meningkatkan valensi diri. Khususnya dalam ranah kepenulisan. Dan “dakwah” adalah kata penutup sekaligus penegasan, bahwa senada dibentuk untuk kepentingan dakwah. Semua karya yang lahir adalah demi tegaknya kemulian Islam dan kaum muslimin.

Begitulah hal ikhwal singkat kemunculan komunitas penulis Islam ideologis, senada. Sederet asa telah tertancap sempurna. Semoga senada mampu memberikan konstribusi positif dalam perjuangan melanjutkan kehidupan Islam. Menjadi salah satu pengundang nasrullah dan pemberat timbangan amal kebaikan di yaumil mizan kelak. Dengan pena kita ukir peradaban agung nan suci, bersama senada kita melangkah menuju surga.

Visi
Menjadi komunitas penulis dengan warna beda. Islam mata air inspirasinya, dakwah poros kerjanya dan Ridha Allah tujuan utamanya.

Misi
• Menghimpun muslim se-indonesia yang memiliki ketertarikan untuk menjadikan dunia menulis sebagai sarana dakwahnya.
• Wadah silaturahim, wahana belajar, tempat berbagai ide dan tebar pengalaman khususnya dalam dunia kepenulisan.
• Membangkitkan motivasi menulis di dunia Islam. Dan menjadikan menulis sebagai budaya intelektual muslim.
• Melahirkan karya-karya kepenulisan yang kental dengan muatan Islam ideologis. Sehingga menjadikannya memiliki warna beda dengan berbagai karya kepenulisan yang ada saat ini.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
SENADA